Mengungkap Sebuah Nilai Yang Tergerus oleh Takaran Publik

Oleh : HENDRIS ARKANE, A.Md, SH

Jurnal SGI | Gorontalo – Pernahkah kita bertanya kepada seorang anak kecil apa cita-citanya kelak dikemudian hari? Jawaban dari pertanyaan seperti ini seringkali menunjuk kepada suatu pekerjaan.
Kebanyakan mereka mengatakan: “ingin menjadi dokter, presiden, guru, pramugari, polisi, tentara dan lainnya”. Jarang sekali atau mungkin hampir tidak satupun mengatakan “saya ingin menjadi seorang satpam”. Jawaban tersebut bisa maklumi, tentu mereka tidak bermaksud menyindir maupun menghina profesi sebagai seorang satpam, tapi lebih kepada kurangnya pemahaman akan nilai vital akan seorang Satpam.

Banyak orang yang menganggap enteng profesi satuan pengamanan (satpam). Bahkan ada yang menghina satpam dengan kalimat -kalimat yang berkonotasi tidak baik misal contoh menegasikan satpam itu bodoh dan tidak berpendidikan tinggi. Penyepelean terhadap profesi satpam itu, dijawab tegas oleh Pimpinan POLRI tentang pentingnya profesi satpam. Bahwa, profesi satpam itu mulia. Merekalah pihak pertama yang mencegah dan mendeteksi kejahatan di masyarakat. Singkat kata, satpam adalah pihak utama yang turut serta membantu polisi dalam mengamankan negara dari berbagai ancaman kejahatan. Mulia bukan? Sehingga jangan heran jika Kepolisian telah mencanangkan program pemuliaan SATPAM. Karena mereka tahu betul tugas dan fungsi satpam yang sangat vital dalam membantu tugas kepolisian. Agar fungsinya bisa maksimal, maka mau tidak mau, suka tidak suka, profesi satpam harus dimuliakan.

Program pemuliaan tersebut terdiri atas dua hal penting yaitu peningkatan kualitas satpam (kompetensi) dan peningkatan kesejahteraan satpam. Untuk mendukung program tersebut, Polri mengubah struktur organisasi Polri, khusus yang menangani satpam.

Sebelumnya, Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) hanya memiliki seorang direktur untuk mengurusi satpam (dirbinmas/direktur pembinaan masyarakat), dipimpin oleh perwira berpangkat bintang satu. Namun, Polri menaikkan levelnya menjadi kepala korp yang dipegang oleh jenderal bintang dua. Otomatis, perhatian Polri pun meningkat baik dari sisi SDM, program maupun anggaran.

Perhatian Polri terhadap satpam bukan tanpa alasan. Di sejumlah negara maju, sudah terdapat banyak kajian, riset dan penelitian terkait peran satpam. Di USA misalnya, sejak maraknya aksi terorisme awal 2000 lalu, pemerintahan setempat mengoptimalkan peran satpam (private security guard) dalam upaya pencegahan (preventif) dan deteksi dini. Jumlah satpam di USA, sekitar dua juta orang, lebih banyak dibanding jumlah polisi. Dengan jumlah sebanyak itu, usaha pencegahan dan deteksi dini aksi kejahatan dan terorisme, pasti akan lebih optimal. Selain itu, lebih dari 80 persen aset nasional dikelola oleh pihak swasta. Keamanan aset tersebut tergantung pada kemampuan para satpamnya. Hal yang nyaris sama kondisinya dengan di Indonesia. Jumlah polisi di Indonesia sebanyak 420 ribu. Sedangkan jumlah satpam yang terdaftar di asosiasi perusahaan jasa pengamanan (Abujapi) mencapai 500 ribu orang. Yang tidak terdaftar? Lebih banyak. Bisa dua sampai tiga kali lipat. Bahkan kemenaker memperkirakan jumlah satpam di seluruh Indonesia bisa mencapai 5 juta orang.

Polri melihat potensi tersebut dalam rangka program kepolisian mencegah radikalisme, intoleransi dan aksi terorisme. Bahkan, satpam juga dapat berperan besar dalam mencegah dan mendeteksi dini kejahatan lainnya terutama yang kini menjadi ancaman besar yaitu penyalahgunaan narkoba. Seperti di Amerika Serikat, aset nasional sebagian besarnya berada di tangan swasta, yang pengamanannya dipegang oleh para satpam. Dua sisi program pemuliaan satpam yaitu kompetensi dan kesejahteraan, menjadi hal krusial untuk segera diwujudkan. Tentu saja semua ini butuh kerjasama semua pihak, khususnya yang terkait dengan urusan keamanan (regulator, DPR, dan pelaku industri keamanan).

Kembali kepada Nilai SATPAM itu sendiri, terlepas dari kurang baiknya public menakar esensi SATPAM, tentunya dalam konteks senyatanya bahwa SATPAM banyak memberikan konstribusi positif dibidangnya yaitu menjaga, mempertahankan, mengendalikan kondisi/ situasi aman dalam Lingkungan kerja, SATKER dan Area yang menjadi tempatnya bertugas. Satuan Kerja ataupun Instansi Pemerintah dapat bekerja dengan baik tak lepas dari adanya lingkungan kerja yang aman dan situasi terkendali yang sentra kerjanya diperankan oleh para SATPAM, bahkan dimalam hari tak Kala Semua pulas dengan tidurnya maka para SATPAM ini terjaga dalam siaga  agar lingkungan kendali berada dalam keadaan Aman. []

Anda mungkin juga suka...